Notification

×

Perjuangan Mama Peni Sebagai Tulang Punggung Keluarga

Minggu, 29 Januari 2023 | Januari 29, 2023 WIB Last Updated 2023-01-29T12:37:13Z
Mama Peni, (Fakta Line/Ocep Purek
Kupang, Fakta Line - Berawal pada tanggal 20 Agustus 1999 silam seorang perempuan bernama Vinsensia Peni Puan atau sering dipanggil Mama Peni asal desa Tapobali, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata memutuskan untuk meninggalkan Kampung halamannya untuk mencari kehidupan baru dan pengalaman di Kota Kupang.


Sampai di Kupang Mama Peni bekerja sebagai pengasuh anak dan pembantu rumah tangga dikeluarga yang pada waktu itu sedang menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi di Kota Kupang.


Bekerja selama dua tahun, mama Peni pun bertemu sang kekasi bernama Hendrikus Hengki Homuen. Pada tanggal 10 Juni 2001 Dia memutuskan tidak bekerja lagi dan memilih tinggal di Kos bersama sang kekasi. Untuk bertahan hidup mama Peni berjualan sayur-sayuran di pasar Inpres Kota Kupang yang dekat dengan Kosnya.


"Pada tanggal 25 Mei 2003 kami dikarunia anak perempuan bernama Ester. Saat itu kehidupan kami serba kekurangan dan juga tinggalnya di sebuah kosan kecil yang sangat tidak layak untuk empat orang. Kami memutuskan untuk pindah dari kos ke Belo di keluarga suami saya," kata Mama Peni saat ditemui di kediamannya, Belo (belakang RS Boromeus), Kota Kupang, pada Sabtu, (28/1/2023).


Suami mama Peni mulai bekerja sebagai tukang penggali sumur. Dalam perjalanan upah yang diberikan kepada bapak dua anak itu sering tidak sesuai dengan pekerjaannya.


"Suami saya sering dimanfaatkan oleh orang-orang itu. Ada yang membayarnya sangat jauh lebih rendah dari biaya sebenarnya, ada pula yang membayarnya dengan hanya memberi makan dan rokok. Tetapi dia bekerja selama dua tahun," kata mama Peni.


Mama Peni dan Bapak Hendriukus tepatnya tanggal 23 Maret 2005 dikaruniai anak kedua yang bernama Imanuel. Kehidupan mereka saat itu dipenuhi dengan suka cita dan penuh kegembiraan sebab dengan kelahiran anak laki-lakinya itu membawa kebahagiaan tersendiri bagi bapak Hendrikus dan mama Peni. 


Penambahan anggota keluarga membuat keduanya harus bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Keduanya tetap semangat dan percaya bahwa kasih dan rencana Tuhan pasti ada untuk keluarga ini.


Mama Peni dan suaminya memutuskan untuk menikah. Keduanya bersepakat untuk menikah pada tanggal 06 Oktober 2006. Namun keluarga suaminya tidak merestui. Pasalnya, mama Peni dianggap sebagai orang yang membuat suaminya mengalami keterbelakangan mental.


"Kami batal nikah untuk yang pertama kali. Kami batal nikah sampai empat kali karena keluarga suami saya tidak merestui. Karena itu, saya memutuskan membawa kedua anak saya untuk pindah Rumah ke komplek Rumah Sakit Boromeus. Disitu kami menempati tanah kosong milik salah satu pengusaha China." Ujar Mama dengan usia 54 tahun ini.


Saat itu suami mama Peni tidak ikut pindah Rumah. Dengan kondisi kaki pincang akibat kecelakaan, mama Peni harus bekerja lebih keras untuk menghidupi kedua anaknya. 


"Untuk membangun rumah baru, saya bekerja sebagai pemungut botol (pemulung). Selama dua tahun saya bekerja sebagai pemulung. Tepatnya pada tanggal 05 Agustus 2008 saya mulai membangun rumah dari hasil menjual botol-botol itu," tutur mama dua anak ini.


Dalam proses pembangunan rumah, mama Peni kesulitan mendapatkan uang. Hasil dari menjual botol tidak mencukupi untuk membangun sebuah rumah.


"Saya memutuskan untuk pinjam di koperasi Familia dengan jumlah uang Rp 10.000.000 dengan jangka waktu empat tahun dan dengan angsuran setiap bulan Rp 410.000. Dengan pinjaman itu saya bisa membangun rumah sederhana dan bisa memenuhi kebutuhan anak-anak walaupun saya tahu setiap bulan saya harus mengumpulkan uang dengan jumlah Rp 500.000 untuk membayar angsuran dan memenuhi kebutuhan hidup kami bertiga." Kata mama Peni.


Agar kedua anaknya tidak lapar dan haus mama Peni pun harus bekerja serabutan. Mulai dari menanam jagung milik orang lain.


"Memelihara ternak kambing dan babi milik orang lain yang dititipkan di kandang saya. Setelah ternak dijual baru saya mendapatkan upah saya," jelasnya.


Kehidupan mama Peni dengan kedua anaknya terus berlanjut sampai kedatangan suaminya pada tanggal 03 Januari 2010. Kedatangan bapak Hendrikus disambut baik oleh mama Peni dan kedua anaknya. Keduanya memutuskan untuk menikah pada tanggal 10 November 2011 setelah empat kali gagal menikah. 


Menjadi kegelisahan mama Peni dan suaminya ketika anak pertama Ester diculik pada tanggal 24 November 2018.


"Ester diculik dan dibawa ke Medan menjadi pekerja seks. Dengan masalah tersebut membuat kehidupan rumah tangga kami mulai hancur. Suami saya juga lari meninggalkan kami. Pada tahun 2021 saya menyambut kepulangan anak saya dengan hati terbuka, tak peduli dengan kondisinya dalam keadaan hamil entah dengan lelaki siapa," ujar mama Peni.


Ada dua permintaan khusus dari mama Peni yakni mendapatkan BPJS untuk Lima anggota keluarga dan rumah yang layak bagi mereka. Bagai mama Peni kesehatan dan kenyamanan sangat penting.


"Bagi kami dengan kehidupan kami yang seperti ini kami butuh kesehatan yang baik dan kenyamanan," kata mama Peni.


Ocep Purek