 |
| Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, Linus Lusi, (foto: Ocep Purek). |
Melihat kejadian itu, Linus Lusi mengatakan, kejadian alam ini bukan pertama kali terjadi. Artinya mental siswa telah teruji untuk menghadapi tekanan alam. Dari sisi akademik para siswa terinspirasi untuk melihat banjir sebagai sumber ilmu di bangku perguruan tinggi nanti. Dia mengatakan kejadian itu merupakan peristiwa alam. Manajemen Sekolah juga perlu mengatur dengan baik agar banjir tidak masuk ke kawasan Sekolah.
"kejadian ini hampir tiap tahun masalah itu selalu terjadi, namun belum ada upaya mitigasi yang tepat. Ada pilihan disiplin ilmu untuk jadikan banjir yang meluap yang dapat meningkatkan produksi pertanian atau perikanan kalau didalami keilmuan secara khusus, bentuk tim siaga bencana, Sekolah tangguh bencana dan kurikulum darurat pendidikan perlu diperkenalkan pada satuan pendidikan. Ini suatu langkah strategis untuk antisipasi situasi kebencanaan yang akan terjadi dan melatih aspek kewaspadaan, karena Sekolah perlu bersinergi dengan badan kebencanaan setempat maupun dengan para tagana yang diawaki Dinas Sosial setempat," tutur Linus, begitu dia disapa.
Linus juga mengatakan, harus ada kebijakan daerah setempat untuk mengatasi banjir ini, agar kejadian serupa tidak lagi terjadi. Menurut dia, banjir merupakan sebuah anugerah yang bisa memicu pengambilan keputusan ke depan.
"Air hujan itu sebuah anugerah. Caranya bagaimana supaya air itu jangan merambah masuk ke ruang Sekolah. Persoalan ini memang sering terjadi di Kabupaten Malaka yang sebagai daerah dataran rendah. Untuk itu sekolah perlu mengantisipasi, khususnya penataan bangunan hingga saluran airnya," kata Linus.
Butuh kerja sama, "Sekolah juga bisa bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah, NGO atau Dinas Sosial setempat, agar selalu siap menghadapi situasi kebencanaan demikian. Butuh kesiapsiagaan dalam aspek kebencanaan. Kerja sama untuk kita waspada terhadap situasi yang akan terjadi," ujarnya.
Ocep Purek
.jpg)
