Notification

×

Angka Stunting di NTT Kembali Naik, Melki Laka Lena Minta Semua Pihak Bertindak

Jumat, 10 Mei 2024 | Mei 10, 2024 WIB Last Updated 2024-05-10T11:15:05Z
Foto: Tim Melki Laka Lena
Kupang, Fakta Line – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan kasus stunting di provinsi NTT berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) terbaru angkanya kembali naik, sehingga semua pihak diharapkan secara serius melihat persoalan ini.


Hal ini diungkapkan Ketua DPD Partai Golkar yang akrab disapa Emanuel Melkiades Laka Lena dalam acara Kampanye Percepatan Penurunan Stunting Tingkat Kabupaten/Kota  bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Acara ini berlangsung di GMIT Kanaan Naimata, Kota Kupang, Kamis, (9/5/2024).


“Di NTT itu sebelumnya angka Stunting turun tetapi sekarang NTT kembali masuk kategori provinsi yang paling tinggi tingkat stuntingnya. Secara persentasenya dibandingkan dengan jumlah bayi yang lahir dengan jumlah anak stunting, NTT tertinggi. Data di SSGI terbaru itu kita di 38,7%. Ini yang saya kira kita mesti cukup serius melihat persoalan stunting dengan baik di NTT,” Ajak Politisi Golkar yang akrab disapa Melki Laka Lena ini.


Terkait data stunting, Melki berharap data dari SSGI tidak dijadikan rujukan utama dalam melihat presentase stunting di suatu wilayah karena banyak yang tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Menurutnya kalau data SSGI ini dijadikan rujukan utama kemungkinan besar NTT tidak akan tercermin.


“Kemarin pada saat rapat saya bertanya soal angka Stunting di NTT yang kembali naik dan juga saya meminta data – data SSGI jangan dipakai sebagai ukuran yang paling utama dalam penentuan presentase stunting di NTT. Karena begini, saya temukan di lapangan, data SSGI ini, data survey. Ia tidak mencerminkan kondisi aktual di lapangan. Saya beberapa  ke puskesmas di Kota Kupang ini menemukan bahwa misalnya data SSGI ini 3000 orang di suatu daerah, data riilnya tidak sampe 1500 orang. 1500 lainnya tidak ketemu di lapangan. Di cek di RT, RW, Kelurahan tentang bayi baru lahir, tidak nyambung dengan data SSGI,” jelasnya.


Sementara itu, Perwakilan BKKBN Provinsi NTT, Mikhael Yance Galmin menjelaskan Stunting menjadi permasalahan bangsa Indonesia, khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk itu dalam kegiatan percepatan penurunan stunting salah satu konsentrasi yang harus dilakukan adalah mencegah jangan sampai ada keluarga beresiko stunting. Untuk itu intervensi dilakukan tidak hanya pada saat orang sudah berkeluarga tapi sebelum laki – laki dan perempuan menjalin hidup berumah tangga atau calon pengantin.


Yance menegaskan perlu ada intervensi dan edukasi bagi keluarga beresiko stunting atau calon pengantin.


“BBKBN ditugaskan untuk melakukan intervensi kepada calon pengantin yang di dalamnya tidak hanya edukasi tapi juga kesehatan. Nanti akan dilihat hb-nya seperti apa, lingkar lengan atasnya seperti apa dan seterusnya. Kalau seandainya itu masih di kondisi yang belum normal, itu butuh edukasi dan pendampingan supaya nanti ketika menikah saat melaksanakan kehamilan anak pertama betul – betul pada kondisi yang ideal untuk hamil dan melahirkan. Sehingga pencegahan stunting harus dimulai dari situ,” jelas Yance.


Stunting, menurut Yance, sebenarnya bukan suatu penyakit tapi suatu kondisi gagal tumbuh karena kurangnya pola pengasuhan yang baik.


“Stunting itu disebabkan karena pengasuhan. Pola asuh, pola hidup, pola konsumsi. Dan biasanya itu sudah mendarah daging bahkan sudah menjadi kebiasaan dan budaya. Sehingga walaupun banyaknya instansi, LSM, tokoh agama, tokoh masyarakat yang menyampaikan pola pengasuhan yang benar namun tidak diterima dengan benar oleh keluarga yang ada anak stunting atau keluarga yang berkategori beresiko stunting maka itu sia – sia," tegasnya.


Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Kupang, Drg. Fransisca J.H Ikasasi, menjelaskan persolan stunting bukan tentang panjang atau tinggi badan, tapi tentang kualitas otak. Untuk itu ia berharap agar memperhatikan masa 1.000 hari pertama kehidupan anak. Ia juga mengajak masyarakat kota Kupang untuk menjadi agen perubahan dalam percepatan penurunan stunting terutama menjadi Kader Inisiasi Masyarakat Perkotaan (IMP).


"Kota Kupang punya lima ribu sekian baduta yang terkonfirmasi stunting. Nah tugas kita bersama mengentas ini stunting. Karena stunting tidak bis sembuh. Nah kita hanya menunggu proses ini sampe lewat dari baduta kemudian kita lihat lagi sampe dia lulus posyandu. Label itu tetap akan ada, paling hanya bisa dijaga baduta ini jangan drop supaya jangan kurang gizi," jelas drg. Sisca.


Lanjut, Fransisca  penanganan stunting menjadi penting karena berkaitan dengan mempersiapkan generasi penerus bangsa.


“Penanganan stunting menjadi penting karena kita memperbaiki generasi penerus bangsa. Tantangan bangsa ke depan semakin besar sehingga generasi penerus kita harus lebih baik. Level – level anak kita harus lebih bagus dari kita sekarang. Kondisi stunting di wilayah Kota Kupang di Tahun 2024 ini berada di angka 16,6 persen. Hal ini menunjukan adanya penurunan tetapi target kita bukan di angka tersebut tetapi di angka 14%. Untuk itu Ini tanggung jawab kita semua bapa mama sebagai orang tua untuk bersama – sama menanggulangi stunting,” Ajak Fransisca. (*)